Silat Minangkabau (bahasa Minangkabau: silek Minangkabau) adalah seni beladiri yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau, Sumatera Barat, Indonesia yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Masyarakat Minangkabau memiliki tabiat suka merantau semenjak beratus-ratus tahun yang lampau. Untuk merantau tentu saja mereka harus memiliki bekal yang cukup dalam menjaga diri dari hal-hal terburuk selama di perjalanan atau di rantau, misalnya diserang atau dirampok orang. Di samping sebagai bekal untuk merantau, silek penting untuk pertahanan nagari terhadap ancaman dari luar.
Ada
banyak aliran yang berkembang di Ranah Minangkabau. Peneliti Silat, Hiltrud
Cordes pernah melakukan penelitian, mengatakan ada sepuluh aliran utama Silek
Minangkabau, yakni:[3
*
Silek Tuo (Silat Tua)
|
*
Silek Harimau (Silat Harimau)
|
*
Silek Lintau (Silat Lintau)
|
*
Silek Sitaralak (Silat Sitaralak)
|
*
Silek Pauah (Silat Pauh)
|
*
Silek Sungai Patai (Silat Sungai Patai)
|
*
Silek Luncua (Silat Luncur)
|
*
Silek Gulo-Gulo Tareh
(Silat Gulo-Gulo Tareh)
|
*
Silek Baruah (Silat Baruh)
|
*
Silek Kumango (Silat
Kumango)
|
*
Silek Ulu Ambek (Silat Ulu Ambek)
|
Jika dilihat dari beberapa gerakan
silat yang berada di Minangkabau, ada pola-pola yang dominan di dalam permainan
mereka, yakni:
- bersilat dengan posisi berdiri tegak
- bersilat dengan posisi rendah
- bersilat dengan posisi merayap di tanah
- bersilat dengan posisi duduk (silek duduak)
Posisi permainan silat ini terjadi akibat kondisi lingkungan di mana silat itu berkembang, pada daerah yang tidak datar dan licin, mereka lebih suka menggunakan posisi rendah, sementara di daerah pantai yang berpasir, mereka lebih suka bersilat dengan posisi berdiri. Meskipun demikian, bukan berarti di daerah pesisir tidak mengenal permainan rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar